Komodo Menuju 7 KeajaibanDunia
Esthi Maharani
Hanya tinggal menghitung hari pengumuman New 7 Wonders yang bakal digelar pada 11 November. Namun, euphoria masyarakat Indonesia yang sudah menyumbangkan 100 juta suara dukungan bagi komodo, hewan purba di Nusa Tenggara Timur, sebagai salah satu dari tujuh keajaiban alam dunia itu tiba-tiba tersendat. Muncul gerakan untuk menghentikan dukungan bagi Taman Nasional Komodo (TNK).
Imbauan itu berawal dari jejaring dunia maya, melalui Face book, Twitter, pesan singkat (SMS) di layanan telepon seluler, hingga pesan melalui Blackberry. Isinya bernada sama: hentikan vote Komodo. Dalam salah satu pesan yang disebarkan lewat Blackberry, diceritakan mengenai mundurnya Maladewa untuk mengikuti ajang pemilihan New 7 Wonders itu.
Negeri kepulauan di tengah-tengah Samudra Hindia itu keberatan atas adanya biaya-biaya tak terduga yang dibebankan oleh panitia New 7 Wonders. Misalnya, kewajiban untuk ikut mensponsori tur dunia dengan menerima kunjungan delegasi New 7 Wonders, menyediakan perjalanan balon udara, penerbangan, akomodasi, hingga kunjungan wartawan. Jumlah dananya pun tidak bisa dibilang kecil.
Alasan lain, ternyata New 7 Wonders tidak diakui UNESCO. Bahkan, lembaga pendidikan dan budaya PBB itu sudah lebih dulu menetapkan TNK sebagai Situs Warisan Dunia pada 1986. UNESCO juga menolak diajak kerja sama oleh organisasi yang didirikan Bernard Weber itu. Lalu, para penggagas penolakan vote Komodo itu memunculkan pertanyaan: Mengapa kitamasih berkukuh memenangkan Komodo dalam kompetisi yang tidak jelas cara penjuriannya?
Analisis Wacana
Esthi Maharani
Hanya tinggal menghitung hari pengumuman New 7 Wonders yang bakal digelar pada 11 November. Namun, euphoria masyarakat Indonesia yang sudah menyumbangkan 100 juta suara dukungan bagi komodo, hewan purba di Nusa Tenggara Timur, sebagai salah satu dari tujuh keajaiban alam dunia itu tiba-tiba tersendat. Muncul gerakan untuk menghentikan dukungan bagi Taman Nasional Komodo (TNK).
Imbauan itu berawal dari jejaring dunia maya, melalui Face book, Twitter, pesan singkat (SMS) di layanan telepon seluler, hingga pesan melalui Blackberry. Isinya bernada sama: hentikan vote Komodo. Dalam salah satu pesan yang disebarkan lewat Blackberry, diceritakan mengenai mundurnya Maladewa untuk mengikuti ajang pemilihan New 7 Wonders itu.
Negeri kepulauan di tengah-tengah Samudra Hindia itu keberatan atas adanya biaya-biaya tak terduga yang dibebankan oleh panitia New 7 Wonders. Misalnya, kewajiban untuk ikut mensponsori tur dunia dengan menerima kunjungan delegasi New 7 Wonders, menyediakan perjalanan balon udara, penerbangan, akomodasi, hingga kunjungan wartawan. Jumlah dananya pun tidak bisa dibilang kecil.
Alasan lain, ternyata New 7 Wonders tidak diakui UNESCO. Bahkan, lembaga pendidikan dan budaya PBB itu sudah lebih dulu menetapkan TNK sebagai Situs Warisan Dunia pada 1986. UNESCO juga menolak diajak kerja sama oleh organisasi yang didirikan Bernard Weber itu. Lalu, para penggagas penolakan vote Komodo itu memunculkan pertanyaan: Mengapa kitamasih berkukuh memenangkan Komodo dalam kompetisi yang tidak jelas cara penjuriannya?
Analisis Wacana
Menurut wacana diatas kita dapat memahami betapa riuh rendahnya sebuah ajang pemilihan 7 keajaban dunia di bidang panorama, dengan wacana dari penulis yang bersifat hiperbola seolah-olah pemilihan ini adalah penting dan dalam hal ini Indonesia umumnya dan Nusa Tenggara Timur pada khusunya terpilih sebagai salah satu nominasi yang akan terpilih sebagai pemenang dari belasan daftar yang sudah diterima oleh panitia, dan pemilihan pemenang berdasarkan hasil voting melalui pesan singkat (SMS).
Akan tetapi belum lagi Indonesia terpilih sudah ada hambatan dari pihak-pihak yang meragukan akan kinerja Panitia pemilihan 7 keajaiban dunia itu, melalui sebaran SMS yang merujuk kepada penghentian poling dengan alasan beban biaya yang akan dibebankan oleh panitia nanti ketika Indonesia terpilih sebagai pemenang, dan biaya itu tidak sedikit.oleh karena itu mereka berkebaratan. Dengan begitu penulis mencoba membuka suatu permasalahan yang mendasar dari proses pemilihan tersebut.
Bahkan penulis juga menambahkan bahwa sebuah lembaga yang notabene nya merupakan sebuah organisasi yang telah diakui oleh dunia Internesional yaitu UNESCO tidak terlibat dalam hal ini, bahkan UNESCO telah jauh lebih dulu sudah menetapkan Taman Nasional Komodo sebagai salah satu keajaiban dunia. Jadi sekali lagi dapat kita fahami menurut penulis wacana diatas ada kerancuan dalam sebuah pemilihan 7 keajaiban dunia.
Analisis Isi
Setelah difahami dari wacana diatas maka, kita akan mengetahui isi dari wacana tersebut yaitu menceritakan tentang konflik antara pihak yang setuju dan yang mendukung dengan pihak yang tidak setuju dan tidak mendukung pemilihan yang diketuai oleh Bernard Weber, dengan mengemukakan alasan dari masing-masing pihak yang kesemuanya itu masih memerlukan pembuktian yang akurat. Dan boleh dikatakan penulis mencoba menggiring opini kepada tidak perlu adanya dukungan dari bangsa Indonesia, karena dengan atau tanpa panitia pulau Komodo sudah menjadi keajaiban dunia.